kursor berjalan

Kamis, 11 Agustus 2011

Krisis Nasionalisme


Krisis Nasionalisme
Setelah tumbangnya Soeharto dari masa orde baru yang kini menjadi reformasi dimana setiap Warga Negara Indonesia berhak mengemukakan pendapatnya dan juga demokrasi yang dijunjung tinggi, tetapi apakah dengan seperti ini menjadikan Negara Indonesia akan lebih baik lagi di bandingkan pada masa orde baru ? Apakah rasa nasionalisme akan tetap melekat pada warga Negara indonesia ?
Ternyata nasionalisme Indonesia semakin di pertanyakan, dimana kehidupan individualistis yang menjadi patokan saat ini. Rasa nasionalisme yang kini bukan lagi atas ikatan primordialisme melainkan atas kesamaan nasib, sejarah perjuangan dan kehendak bersama[1].

Perkembangan zaman
Rasa nasionalisme dapat tumbuh karena adanya ikatan kebersamaan yang kokoh, dimana kepentingan umum yang menjadi landasan utama bukanlah kepentingan pribadi yang menjadi prioritas. Tapi nyatanya kebersamaan itu lambat laun luntur oleh perubahan zaman dan kebudayaan yang mulai terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang kian masuk ke Negara Indonesia. Seakan bangsa kita mulai kehilangan jati dirinya dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi saat ini.
Pemerintahan Negara Indonesia yang pada saat ini menganut sistem presidensial, dimana presiden yang berada pada posisi tertinggi yang mempunyai kewajiban dan hak-hak istimewa. Akan tetapi pada tiap-tiap daerah juga memiliki hak untuk mengatur daerahnya masing-masing yaitu wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi yang kita sebut sebagai otonomi daerah[2].

Dari sudut pandang sosiologi, hal tersebut terjadi karena adanya perubahan sosial, perubahan sosial yang menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin adalah suatu variasi atau cara hidup yang diterima, akibat adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat[3].

Jati diri bangsa
Pada dasarnya bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbudaya, dengan warga Negara yang terkenal dengan keramah-tamahannya serta cara berpakaian yang menunjukan kewibawaan. Tapi seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang semakin canggih, bangsa Indonesia mulai kehilangan jati dirinya. Rasa nasionalisme, gotong royong, serta cinta tanah air kini mulai terlupakan. Rasa nasionalisme telah tersingkirkan oleh keindividualisme-an, cara berpakaian yang semakin meniru gaya kebarat-baratan kini menjadi tren di kalangan anak muda. Bahkan musik-musik indonesiapun yang berbau akan kenasionalisme-an bangsa kita kini jarang di sukai oleh kalangan generasi muda.
Perubahan-perubahan seperti itu yang sekarang melanda Negara kita. Tantangan nasionalisme Indonesia semakin kompleks pada saat Negara dihadapkan pada gejala radikalisme[4]. Dimana perubahan dari keterpurukan sangat diperlukan untuk mencapai suatu kemajuan yang dapat berdampak positif bagi Negara kita. Prinsip kehendak bersama mewujudkan nasionalisme adalah rasa keadilan bagi setiap warga Negara, tapi hal ini justru belum dapat dirasakan oleh setiap warga Negara Indonesia[5].





Keterangan :
1.      Fakta              : Krisis Nasionalisme
2.      Konsep           : Perkembangan zaman, jati diri bangsa
3.      Generalisasi : Rasa nasionalisme Indonesia patut dipertanyakan, karena sikap individualistik dari warganya sendiri, serta rasa nasionalisme kini bukan lagi atas dasar primodialisme. Rasa nasionalisme dapat tumbuh karena adanya ikatan kebersamaan yang kokoh. Kebudayaan Indonesia yang mulai terkontaminasi oleh budaya-budaya barat menyebabkan bangsa kita mulai kehilangan jati dirinya. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial.
4.      Teori              : Teori Perubahan Sosial (menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin)
5.      Hokum/Dalil : Perubahan sosial adalah suatu variasi atau cara hidup yang siosiosio, akibat adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat[6].


[1] Kompas, sabtu 26 maret 2011, hlm 2
[3] http://www.gurumuda.com/bse/teori-teori-perubahan sosial

[4] Kompas, sabtu 26 maret 2011, hlm 2
[5] Kompas, sabtu 26 maret 2011, hlm 2
[6] http://www.gurumuda.com/bse/teori-teori-perubahan sosial

MIMPIKU


MIMPIKU
Hembusan angin merasuk ke tubuh ku….
Lelah yang ku rasakan….
Takkan menjadi hambatan buat ku….
Hingga aku meraih mimpiku

Merah… biru… abu-abu…. telah ku lalui
Tombak keberhasilan di ujung tanduk
Akankah salah langkah ku ???

Semangat ku telah terpatri…
Terpatri dalam jiwaku….
Hingga badai menerpaku…
Ku takkan pernah menghapus “MIMPIKU”
Dari dalam lubuk hati ku.

Motivasi Berorganisasi dan Berprestasi


Motivasi Berorganisasi dan Berprestasi
Oleh: Indria Retna Mutiar


Dunia kampus sangatlah berbeda dengan sekolah, baik dalam segi persaingan maupun dalam pergaulan (lingkungan). Dorongan untuk selalu berprestasi pasti di miliki oleh semua orang, perbedaannya hanya terletak pada keinginan belajar dan motivasi dari setiap orang. Motivasi merupakan suatu keinginan yang muncul karena adanya dorongan dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri. Menurut T. Hani Handoko ( 2003:252), mengemukakan bahwa motivasi adalah :“Keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”. Tentulah tujuan dari setiap individu berbeda-beda, sekalipun tujuan yang hendak dicapai itu sama tetapi prosesnya berbeda.
Motivasi dan organisasi memang memiliki keterkaitan yang erat, karena di dalam berorganisasi pasti memiliki motivasi-motivasi untuk menjalankan dan mencapai tujuan bersama. Akan tetapi motivasi dari setiap individu berbeda-beda karena individu merupakan makhluk yang unik, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Suatu organisasi tidaklah akan mencapai suatu tujuan yang di inginkan jikalau di dalam sebuah organisasi tidak memiliki motivasi. Motivasi bukan saja dalam belajar, di dalam setiap kegiatan yang kita jalani juga memiliki motivasi. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana menanamkan motivasi di dalam diri setiap individu ? Apakah motivasi dapat tumbuh dengan sendirinya ? Tentu tiap orang akan mempunyai jawaban masing-masing atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, begitu pula penulis.
Menurut saya menumbuhkan motivasi di dalam suatu kelompok, kelompok yang di maksud disini adalah di dalam sebuah organisasi akan lebih mudah karena ketika salah satu dari kelompok itu termotivasi maka akan mempengaruhi yang lainnya, dimana di dalam sebuah organisasi itu menuju pada satu tujuan yang sama, yang hendak di capai bersama sehingga akan saling membutuhkan satu sama lain.
Seperti yang di katakan oleh James D. Mooney, yang mengatakan bahwa Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.[1] Dengan kata lain, suatu organisasi harus di bangun dengan rasa kebersamaan bukan individualistis. Seperti dalam pepatah, yang mengatakan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Di dalam sebuah organisasi juga seperti itu, ketika kita bersatu dalam menjalankan suatu kegiatan maka akan terasa ringan karena di jalani bersama-sama.
Ketika di dalam sebuah organisasi mempunyai motivasi yang besar untuk melangkah maju maka ada dua kata yang harus di terima, yaitu berhasil dan gagal. Apabila kita melangkah untuk menuju keberhasilan maka kita jangan takut gagal, karena kegagalan merupakan awal dari keberhasilan.  

NGAROT SEBAGAI SALAH SATU SIMBOL BUDAYA INDRAMAYU


NGAROT SEBAGAI SALAH SATU SIMBOL BUDAYA INDRAMAYU
Oleh: Indria Retna Mutiar

Indramayu kota mangga, itu yang menjadi julukan Indramayu. Bukan karena kota Indramayu dipenuhi dengan mangga tetapi konon katanya, mangga indramayu itu berbeda dengan mangga-mangga di daerah lain, entah itu dari segi rasanya maupun wanginya. Nama indramayu itu berasal dari nama seorang anak raja yang berkelana ke daerah (yang sekarang di namakan indramayu), bernama raden Wiralodra yang kemudian merubah wujud aslinya menjadi seorang perempuan cantik bernama nyi Endang Darma Ayu, dan nama indramayu di ambil dari kata “Darma” dan “Ayu” yang merupakan nama nyi Endang Darma Ayu.
Indramayu memiliki beberapa budaya yang khas, yang tidak di miliki oleh daerah lain salah satunya adalah “NGAROT”. Budaya ini yang harus di jaga dan di lestarikan, sehingga budaya ini akan tetap ada sampai nanti. Ngarot adalah salah satu budaya yang ada di indramayu yang sampai sekarang masih ada dan melekat pada masyarakat yang ada di dalamnya. Ngarot ini terdapat pada masyarakat di kecamatan Lelea kabupaten Indramayu. Pada awalnya ngarot ini merupakan suatu pesta adat sebagai bentuk rasa syukur atas panen padi yang di peroleh, tetapi seiring perkembangan zaman pada saat ini, ngarot bukan saja merupakan bentuk rasa syukur atas berhasilnya panen padi pada masyarakat indramayu tetapi juga sebagai hiburan. Hiburan di sini tidak lepas dari bentuk kebudayaan yang ada. Biasanya ngarot di adakan pada bulan desember, tepat dengan panen padi masyarakat setempat. Hal yang paling menarik pada kebudayaan ngarot ini adalah pada upacara adatnya, dimana para gadis-gadis yang masih perawan dan perjaka-perjaka di kumpulkan, kemudian di arak keliling desa dengan kostum yang telah di tentukan. Biasanya para gadis-gadis perawan ini mengenakan kebaya yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi kampung. Sementara para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan celana gombrang warrna hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan belakang. Konon katanya apabila gadis yang sudah tidak perawan atau janda yang memaksakan untuk ikut upacara ngarot (keliling desa) maka bunga melati yang ada di kepalanya itu akan cepat layu dan akan mendapat malapetaka, dan sampai sekarang mitos tersebut masih di percayai masyarakat setempat. Percaya atau tidak itu tergantung penafsiran masing-masing, tapi masyarakat setempat masih mempercayai hal tersebut.
Di dalam adat ngarot bukan hanya ada upacara adat, tetapi ada pertunjukan-pertunjukan yang sangat menarik, salah satunya adalah tari topeng. Tari topeng ini juga merupakan budaya yang harus di lestarikan, karena semakin mengacu pada modernisasi terkadang melupaan kebudayaannya sendiri. Seperti contohnya musik-musik band yang banyak di sukai oleh muda-mudi di indramayu, sehingga cenderung melupakan kesenian yang ada di daerahnya, misalnya saja tarlingan. Tarlingan adalah salah satu bentuk hiburan yang ada di daerah indramayu, biasaya tarlingan/tarling ini dapat di jumpai pada acara-acara pernikahan, khitanan atau bisa juga pada acara-acara tertentu.
Perkembanga zaman yang semakin membawa kita pada perubahan yang mengarah modern tentu mempunyai dampak positif maupun negatif, tak heran jika pada setiap sekolah khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP), Bahasa Indramayu di muat dalam muatan lokal. Tujuannya adalah untuk mempelajari bahasa indramayu (bahasa krama) dan juga untuk mengenalkan budaya-budaya yang ada di indramayu.
Ngarot sendiri mulai mengalami perubahan, semula ngarot hanya ada upacara adat dan tari topeng tetapi sekarang ? Sekarang ini, muda-mudi yang menyukai band juga di ikutsertakan di dalam ngarot, pasalnya hampir sebagian besar muda-mudi indramayu menyukai band, sehingga ketika pertunjukan tari topeng di gelar berbarengan dengan pertunjukan band, hanya beberapa anak muda yang melihat tari topeng sebagian yang lainnya adalah orang tua dan anak kecil, ini membuktikan bahwa semakin melunturnya rasa cinta terhadap budaya daerah yang seharusnya kita jaga dan lestarikan.  
Sebenarnya ngarot merupakan suatu keberuntungan tersendiri bagi para penjual, karena masyarakat indramayu sangat antusias menyambut ngarot, mereka berbondong-bondong datang, entah itu hanya sekedar melihat-lihat ataupun ikut serta di dalamnya. Budaya yang patut di lestarikan keberadaannya, selain merupakan salah satu simbol budaya indramayu, ngarot juga merupakan warisan leluhur yang amat berharga.

Sumber :