kursor berjalan

Sabtu, 28 April 2012

Teknologi Berpengaruh Terhadap Pergeseran Permainan Tradisional


 (Studi kasus di komunitas Desa Tempel RT 005/02 Kecamatan Lelea; Indramayu – Jawa Barat)

Indria Retna Mutiar[1]
(Pend. Sosiologi Nonreg 2010, 4815107123)


PENGANTAR
Penelitian ini hendak mendeskripsikan fenomena perubahan sosial pada komunitas warga Ds.Tempel RT 005/02. Perubahan sosial ini sangat terlihat jelas dengan bergesernya permainan tradisional yang dulu sempat menjadi trend di komunitas desa tersebut. Merambahnya teknologi membawa perubahan pada warga Ds.Tempel RT 005/02 ini. Sebelum teknologi masuk ke desa ini, permainan-permainan tradisional sering dimainkan oleh anak-anak, baik pada sore maupun malam hari. Permainan-permainan ini merupakan salah satu media sosialisasi, walaupun mereka tidak menyadari hal tersebut.
Permainan tradisional dapat membentuk kekreatifan bagi anak, karena permainan-permainan tradisional melatih anak berimajinasi dalam memainkannya, serta dapat menumbuhkan kesabaran dan ketekunan dalam membuatnya, contohnya saja dalam memainkan layang-layang. Layang-layang merupakan salah satu permainan tradisional yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran dalam memainkannya. Selain itu permainan-permainan tradisional akan lebih menarik apabila di mainkan oleh banyak anak, disini peran penting permainan tradisional dalam melatih anak bersosialisasi dengan anak-anak seusianya. Namun seiring kemajuan teknologi yang kian di rasakan, pergeseran permainan tradisional pun semakin terlihat. Media-media khususnya televisi yang menyajikan berbagai macam acara yang menarik menjadi salah satu faktor pemicu terpinggirkannya permainan tradisional. Disamping itu, mobilitas sosial vertikal juga merupakan salah satu faktor pendorong perubahan ini. Terjadinya mobilitas sosial vertikal sebagian masyarakat, membuat mudahnya mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Hal ini menjadi perhatian penulis untuk mencoba mengkaji lebih jauh lagi tentang perubahan sosial yang terjadi di komunitas Desa Tempel RT 005/02 ini dengan melihat fenomena-fenomena yang terjadi di desa tersebut. Disini, ada beberapa poin yang ingin penulis telaah lebih jauh. Pertama, menjelaskan mengapa teknologi dapat berpengaruh terhadap pergeseran permainan tradisional? Kedua, faktor apa sajakah yang melatarbelakangi perubahan tersebut?
Tulisan ini akan disajikan dalam lima bagian. Pertama, pengantar yang di dalamnya memaparkan permasalahan pokok dan tujuan penulisan. Kedua, mendeskripsikan sekilas tentang Desa Tempel. Ketiga, menjelaskan fase pergeseran permainan tradisional. Keempat, menjelaskan tentang pergeseran permainan tradisional sebagai gejala perubahan sosial. Kelima, penutup yaitu mencakup kesimpulan dari penulisan paper “Teknologi  Berpengaruh Terhadap Pergeseran Permainan Tradisional” yang terjadi di masyarakat Desa Tempel RT 005/02 sebagai bentuk gejala perubahan sosial.


DESKRIPSI WILAYAH DESA TEMPEL RT 005/02
Sekilas Tentang Desa Tempel
Desa tempel berasal dari kata “nempel” yang artinya melekat. Nama ini diberikan oleh ki buyut srukun. Menurut salah satu informan, ki buyut srukun ini adalah orang yang memberi nama sekaligus orang pertama yang tinggal di desa tempel ini[2].
Desa tempel berada pada kondisi yang strategis untuk lahan pertanian, sehingga penduduknya sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Luas wilayah Ds. Tempel seluruhnya sekitar 545 Ha, terdiri dari: Pertanian sekitar 450 Ha, selebihnya merupakan rumah penduduk dan pekarangan/tanah kosong. Pada tahun 1996-an masyarakat Ds.Tempel RT 005/02 di dominasi oleh sektor pertanian, sekitar 85 % masyarakatnya adalah petani. Desa yang cukup jauh dari jalan raya ini, menjadi salah satu faktor sulitnya jangkauan teknologi dan informasi. Selain itu sebagian besar masyarakatnya merupakan kalangan ekonomi bawah sehingga jarang sekali anak-anak yang mampu membeli permainan-permainan modern. Kondisi seperti ini menjadikan sulitnya anak-anak mengenal permainan-permainan modern, terlebih lagi belum adanya saluran listrik yang masuk ke desa tersebut, sehingga sulit untuk mengakses teknologi dan informasi. Adapun media yang dapat diakses pada saat itu hanya radio dan televisi hitam putih yang masih menggunakan akumulator, itu pun hanya beberapa rumah saja yang memilikinya. Kemudian pada tahun 1997, listrik masuk ke desa tersebut. Namun pada saat itu hanya beberapa rumah saja yang beralih dari “obor” ke listrik, mengingat banyak masyarakat yang tidak mampu untuk memasang listrik di rumahnya.

FASE PERGESERAN PERMAINAN TRADISIONAL
a.      Fase I: Periode tahun 1996 – 1999
Pada periode ini permainan anak belum di dominasi oleh permainan-permainan modern. Pada tahun 1996, tidak adanya saluran listrik, televisi pun masih menggunakan akumulator, acara televisi pun pada saat itu di anggap tidak menarik. Di samping itu, lingkungan sekitar rumah banyak ditanami pepohonan serta pekarangan[3] yang cukup banyak pada saat itu, hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak untuk berkumpul dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Selain suasana yang adem, sore hari merupakan waktu luang mereka setelah sekolah.
Umumnya permainan-permainan yang biasa mereka mainkan dibuat oleh tangan mereka sendiri, seperti misalnya: pistol-pistolan yang terbuat dari bambu, orang-orangan yang terbuat dari tanah liat atau pun dari daun pisang, rumah-rumahan dari tanah liat dan masih banyak yang lainnya. Jenis permainan ini merupakan jenis permainan yang melatih kekreatifitasan anak-anak pada saat itu, karena sebelum memainkannya mereka harus membayangkan apa yang akan mereka mainkan, lalu membuatnya. Hal itu dapat memunculkan kekreatifitasan anak-anak, selain itu ada banyak permainan yang melatih ketangkasan dan kekompakan team, seperti misalnya: permainan bola kasti, slodor, cublek-cublek suweng (semacam petak umpet), jebrag dan masih banyak yang lainnya. Permainan-permainan seperti ini dapat melatih rasa solidaritas di antara mereka sehingga bermain tanpa teman terasa tidak menyenangkan.
Permainan-permainan tradisional ini turun-temurun, karena pada saat itu sebagian besar ibu-ibu di komunitas Ds.Tempel ini di dominasi oleh ibu rumah tangga yang memiliki banyak waktu luang sehingga banyak dari mereka mensosialisasikan permainan-permainan tradisional tersebut. Selain itu, ketidak terjangkauan untuk membeli permainan modern menjadi salah satu penyebabnya. Walaupun demikian, tidak ada anak-anak yang mengeluh dengan permainan-permainan yang ada, karena permainan yang mereka mainkan adalah hasil karya mereka sendiri.
Pada fase ini, dapat dikatakan alat-alat bermain yang digunakan masih sederhana, tetapi dengan permainan-permainan sederhana itu akan muncul kekreatifan dan kesabaran dalam membuatnya. Usia anak-anak memang tidak lepas dari bermain, bahkan bermain merupakan rutinitas yang dilakukan anak-anak setiap harinya. Walaupun pada saat itu alat-alat permainan terbilang sederhana, namun itu tidak menjadi hal yang menyedihkan bagi mereka. Kemudian, di periode ini, bermain tidak hanya di lakukan pada sore hari saja, tetapi pada malam hari khususnya pada saat terang bulan anak-anak sering berkumpul di depan teras rumah untuk bermain, bukan saja anak-anak, para orang tua pun ikut berkumpul bersama tetangga-tetangga mereka. Malam hari merupakan kondisi yang pas untuk kumpul bersama. Kondisi seperti ini dapat mempererat hubungan antar tetangga, rasa kekeluargaan yang di rasakan sangat terlihat pada saat itu.  Di bawah ini adalah gambar suasana pekarangan rumah pada sore hari :


Gambar 1
Pekarangan rumah yang sering dijadikan tempat bermain anak
Sumber gambar : Dokumentasi penulis

Dari gambar di atas, terlihat suasana sore hari yang rindang karena di kelilingi pepohonan, sehingga menjadi saat-saat yang strategis untuk berkumpul dan bermain dengan teman-teman. Permainan-permainan tradisional merupakan permainan yang bisa dikatakan menyatu dengan alam, karena dimainkan di luar rumah dengan memanfaatkan apa yang ada di alam (lingkungan sekitar rumah). Sebuah permainan yang dapat mempererat hubungan pertemanan dan melatih kekreatifitasan ini dapat dimainkan dengan alat-alat seadanya, artinya alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana. Berikut daftar nama anak yang pada fase ini berusia 4-7 tahun dan sering bermain:

Tabel 1
Daftar nama anak pada fase I
No.
Nama
1.
Karyadi
2
Desy
3.
Wiwin
4.
Isa
5.
Rina
6.
Arif
7.
Ely
8.
Samsudin
                                                Sumber: Hasil Penelusuran Penulis

Pada fase ini juga orang tua tidak mengharuskan anaknya untuk sekolah, pola pikir masyarakat saat itu masih berpikir “pendidikan itu tidak penting” yang terpenting anaknya sudah bisa membaca, menulis dan berhitung, sehingga pada fase ini tingkat pendidikan di dominasi tamatan SD (Sekolah Dasar). Masyarakat yang dominasi matapencahariannya petani ini, lebih menekankan anaknya untuk menjadi petani, hal ini di maksud agar pekerjaan yang mereka geluti di lanjutkan oleh anak-anaknya.

b.      Fase II: Periode tahun 2000 – 2007
Pada periode tahun 2000 – 2007 ini, mulai mengalami perubahan. Meningkatnya mobilitas sosial vertikal menjadi salah satu faktor penyebabnya, Alat transportasi pun meningkat, selain itu pada periode ini teknologi telah berkembang dan memasuki komunitas desa tersebut. Hampir semua rumah memiliki televisi, televisi yang menyajikan berbagai acara menarik, terlebih lagi pada hari-hari libur, acara televisi dikemas sedemikian rupa agar menarik minat anak untuk menontonnya, seperti misalnya cartoon dan masih banyak yang lainnya. Hal ini yang membuat berkurangnya minat anak-anak untuk bermain. Acara-acara televisi juga menjadi figur bagi anak-anak, terkadang anak-anak menyerap informasi dari apa yang ia lihat dan kemudian meniru hal tersebut, mungkin bisa dikatakan sebagai tahap imitasi.
Permainan anak-anak yang mendominasi pada fase ini telah modern, seperti misalnya: mobil tamiya, mobil remote control, robot-robotan, barbie dan masih banyak yang lainnya. Sebagian besar anak-anak pada fase ini telah beralih ke permainan-permainan modern, selain dari orang tua yang mampu membelikan permainan-permainan tersebut, ada pengaruh dari televisi juga yang mendorong keinginan anak untuk memiliki permainan-permainan tersebut. Keadaan seperti ini dimanfaatkan bagi beberapa orang, yaitu mereka yang memulai bisnisnya dengan menyediakan track (jalur mobil tamiya) dan menyewakannya bagi anak-anak yang ingin bermain. Tentu saja pada saat itu anak-anak sangat tertarik, karena sebagian besar teman-temannya beralih ke permainan tersebut. Tetapi pada fase ini tidak sepenuhnya permainan tradisional di tinggalkan, karena pada waktu-waktu tertentu mereka masih suka memainkan permainan-permainan tradisional, walaupun sudah terlihat jarang karena tersisihkan oleh permainan canggih yang trend pada waktu itu.

c.       Fase III: Periode tahun 2007 – sekarang
Pertambahan jumlah penduduk terjadi pada fase ini, terlihat dari berkurangnya pekarangan/lahan kosong yang kini telah di bangun rumah-rumah penduduk, jalan-jalan pun telah di aspal walaupun tidak dengan konstruksi hotmik[4], yang dulunya hanya gang sempit kini mulai di perbaiki menjadi jalan yang banyak di lalui kendaraan, karena pada tahun 2007 ini alat transportasi sudah jarang yang menggunakan sepeda. Pada fase I sepeda digunakan sebagai kendaraan untuk berbelanja ataupun untuk berkunjung ke sanak-saudara, tetapi pada fase ini sepeda hanya digunakan untuk pergi ke sawah, kondisi seperti ini sangat terlihat jelas dengan perubahan-perubahan yang terjadi di komunitas Ds. Tempel RT 005/02 ini.
Perkembangan permainan pada fase ini dimulai dari adanya play station dan kemudian di susul dengan keberadaan warnet yang menyediakan berbagai macam game di dalamnya. Tingkat pendidikan pada fase ini meningkat, selain dari peningkatan ekonomi, di dorong juga oleh pola pikir masyarakatnya.
Pendidikan yang di anggap sebagai kebutuhan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik menjadi fokus utama bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya sampai pada tingkat perguruan tinggi, selain itu anak-anak juga di tuntut untuk mengikuti berbagai macam kegiatan sebagai persyaratan untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, seperti misalnya: madrasah (sekolah agama). Madrasah ini merupakan salah satu persyaratan untuk masuk ke SMP (Sekolah Menengah Pertama). Kondisi seperti ini membatasi ruang gerak anak untuk bermain.
Kemajuan teknologi yang kian dirasakan berpengaruh terhadap bergesernya permainan tradisional, misalnya saja game-game yang marak saat ini. Permainan seperti ini membuat anak berada di dunia maya, artinya yang mereka hadapi bukan dengan anak-anak seusianya, dimana mereka dapat tertawa dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Tetapi game-game yang mereka gemari ini dapat berpengaruh terhadap pola pikir mereka, yang semula bermain merupakan saat dimana berkumpulnya teman-teman, yang seakan-akan tidaklah asik bermain tanpa teman. Tetapi saat ini, tanpa teman pun tidak masalah “yang penting bisa maen game”, kondisi seperti inilah yang menjadikan mereka bersifat individualistis, karena permainan-permainan seperti ini dapat dimainkan dengan sendiri. Game-game yang tersedia di warnet biasanya menyediakan berbagai fitur-fitur yang menarik, selain itu keterjangkauan mereka dalam mengakses baik dari segi biaya maupun jarak yang tidak jauh dari rumah juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab tersisihkannya permainan-permainan tradisional.
Semula, anak-anak bermain di sekitar rumah dengan berbagai gerak yang mereka lakukan, tetapi sekarang hanya dengan menghadapi layar tanpa menghiraukan di sekitarnya. Di bawah ini di sajikan tabel perbandingan pergeseran permainan tradisional pada tiap fase, yaitu sebagai berikut :


Tabel Perbandingan Dari Tiap Fase
Perbandingan
Fase I
Fase II
Fase III
Ruang bermain
Halaman rumah/pekarangan
Ds. Tempel RT 005/02
Halaman rumah/pekarangan
Ds. Tempel RT 005/02
Rumah masing-masing, warnet
Jenis Permainan
pistol-pistolan yang terbuat dari bambu, orang-orangan yang terbuat dari tanah liat atau pun dari daun pisang, rumah-rumahan dari tanah liat, permainan bola kasti, slodor, cublek-cublek suweng (semacam petak umpet), jebrag
mobil tamiya, mobil remote control, robot-robotan, Barbie, pistol-pistolan yang terbuat dari bambu, permainan bola kasti, slodor
play station, game online
Pola Permainan
Kolektif
Kolektif
Individualistis
Sumber : Hasil penelusuran penulis


PERGESERAN PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI GEJALA PERUBAHAN SOSIAL
Perilaku seorang anak, selain di pengaruhi oleh pola asuh orang tua juga dapat di pengaruhi oleh lingkungan dan apa yang mereka lihat. Anak yang di besarkan di lingkungan pada saat belum berkembangnya teknologi akan berbeda dengan anak di masa sekarang. Mereka yang masa kecilnya tidak mengenal teknologi beranggapan bahwa teman merupakan “sahabat bermain yang asik” seperti yang terjadi pada fase I, permainan yang mereka lakukan merupakan permainan-permainan kolektif sehingga memunculkan rasa keakraban antar sesama teman, serta adanya rasa saling membutuhkan satu sama lain karena tanpa teman maka permainan tidak akan menyanangkan. Ketika malam hari pun mereka menikmati bermain mereka dengan teman-teman, selain saat berkumpul bersama juga merupakan suatu rutinitas pada saat itu. keadaan seperti ini lambat-laun telah berubah, seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang kian di rasakan menjadi pemicu perubahan tersebut.
Permainan adalah suatu bentuk rutinitas yang dilakukan anak-anak, karena pada usia anak-anak mereka cenderung selalu ingin mencoba-coba serta meniru apa yang mereka lihat. Seperti yang terjadi pada fase II, pada fase ini, dimana telah masuk dan berkembangnya teknologi menjadi salah satu kemajuan tetapi berdampak pada perubahan-perubahan yang dirasakan. Alat-alat permainan pada fase ini telah berganti menjadi permainan-permainan modern, sehingga terjadi pergeseran pola bermain mereka. Salah satu yang besar pengaruhnya pada saat itu adalah televisi, acara televisi dapat mempengaruhi minat anak untuk bermain terlebih lagi dalam acara tersebut menampilkan permainan-permainan canggih seperti mobil tamiya, sehingga keinginan anak untuk memilikinya lebih besar. Dengan demikian, anak selalu melakukan proses imitasi, dimana seorang anak akan selalu meniru orang terdekatnya atau pun hal yang menjadi idolanya.
Pada saat memasuki fase III, terlihat perubahan yang cukup mencolok. Peningkatan status sosial merupakan faktor penyebabnya. Kemampuan orang tua dalam hal ekonomi, mengakibatkan seorang anak dapat memiliki apa pun yang ia inginkan. Terlebih lagi, saat ini (Tahun 2012) telah di warnai dengan keberadaan warnet yang menyajikan berbagai macam informasi dan juga permainan-permainan yang menarik untuk anak-anak. Sehingga, anak-anak lebih menyukai permainan-permainan yang disajikakan secara instan, karena pada permainan tradisional anak-anak di haruskan untuk membuat dan merangkai model permainan yang ia senangi, tetapi pada game-game yang tersedia di warnet ini anak-anak hanya tinggal membayar dan selanjutnya dapat menikmati game-game yang mereka gemari.  


PENUTUP
Dari uraian-uraian di atas memperlihatkan perubahan sosial di komunitas Ds. Tempel RT 005/02. Perubahan-perubahan yang terjadi di dorong karena adanya mobilitas sosial vertikal sebagian warga desa tersebut. Kemapanan orang tua dalam bidang ekonomi, menyebabkan orang tua lebih memanjakan anak-anaknya dengan materi, misalnya dengan menaikkan uang jajan mereka, dengan begitu mereka dapat leluasa untuk membeli permainan yang mereka senangi. Hal seperti ini dapat berpengaruh terhadap pola pikir anak, karena orang tua merupakan agen sosialisasi primer yang pengaruhnya sangat besar bagi proses perkembangan anak. Selain itu, perubahan juga dapat dipengaruhi oleh tontonan-tontonan yang bersumber dari media, sehingga ini menjadi sesuatu yang dapat merubah keinginan anak untuk bermain permainan yang mereka anggap sudah ketinggalan zaman, sementara proses sosialisasi dari media-media tersebut telah terinternalisasi sehingga anak lebih memilih untuk bermain permainan yang nge-trend pada saat ini. Alasan-alasan tersebut yang menyebabkan perubahan sosial di komunitas Desa Tempel RT 005/02.



[1] Mahasiswi Jurusan Sosiologi. Prodi Pendidikan Sosiologi Nonreguler 2010, Universitas Negeri Jakarta. Lahir di Indramayu, 28 Januari 1992.
[2] Wawancara tanggal 24/3/2012
[3] Lahan kosong yang di Tanami pepohonan
[4] Konstruksi jalan dengan menggunakan aspal yang sangat halus

1 komentar: