kursor berjalan

Rabu, 13 Maret 2013

DEMOKRASI SEBAGAI ARENA GERAKAN SOSIAL: Penolakan Kenaikan BBM Sebagai Bentuk Gerakan Sosial di Masa Demokrasi (Study Kasus: Demo BBM di Sejumlah Daerah)


Oleh : Indria Retna Mutiar

Abstrak
Tulisan ini akan membahas tentang gerakan sosial pada saat kenaikan BBM, di mana gerakan sosial tersebut dipelopori bukan hanya dari kalangan mahasiswa tetapi juga buruh, anggota partai politik dan masyarakat yang menolak kenaikan tersebut. Gerakan sosial yang terjadi sekarang merupakan bentuk dari pemerintahan yang demokrasi. Di mana ruang untuk berpendapat terbuka luas, berbeda dengan/pada masa orde baru, yang tidak adanya ruang untuk menyampaikan aspirasi, karena adanya kekangan-kekangan dari pemerintahan yang otoriter. Jadi dapat dikatakan, bahwa gerakan sosial juga dapat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang ada. Di dalam tulisan ini, penulis menggunakan teknik sekunder, yaitu mengambil data yang bersumber dari media massa sebagai bahan untuk studi kasus. Penulis juga memaparkan sekilas tentang transisi pada era orde baru ke reformasi. Transisi menuju reformasi ini yang kemudian merekonstruksi pemerintahan yang demokrasi. Di dalam pemerintahan yang demokrasi ini lah yang memunculkan gerakan-gerakan sosial masyarakat. Gerakan sosial ini merupakan salah satu perwujudan dari penyaluran aspirasi masyarakat dalam mengkritik pemerintah, agar tujuan dan cita-cita negara tercapai tanpa mengabaikan suara rakyat. Karena di dalam negara demokrasi ini lebih mengarah pada aspirasi-aspirasi kepentingan, aspirasi-aspirasi kepentingan ini berupa pemilu. Pemilu merupakan salah satu bentuk negara demokrasi. Di mana di dalam pemilu rakyat memiliki hak penuh dalam memilih calon pemimpin sesuai dengan pilihannya, karena pemilu memiliki asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia).
Kata Kunci
Demokrasi, arena, gerakan sosial

PENGANTAR
Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kebebasan dalam mengemukakan pendapat, demokrasi juga erat kaitannya dengan hak asasi manusia. Di mana di dalam demokrasi hak asasi manusia tidak dikekang atau dibatasi. Karena di dalam negara demokrasi semua orang memiliki kebebasan untuk berpendapat dan mendapatkan haknya. Demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat yang berkuasa atau goverment by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa)[1]. Jadi di dalam negara demokrasi rakyatlah yang berkuasa, karena pemimpin terpilih dari hasil suara atau pilihan rakyat, melalui pemilu (pemilihan umum). Di dalam demokrasi, negara ibarat aktor yang dapat merealisasikan gerakan sosial. Kemudian, demokrasi juga dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan baru yang dipicu oleh gerakan sosial yang terjadi. Jadi demokrasi dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Apabila kita lihat pada pemerintahan Soeharto, tepatnya pada era orde baru, hak-hak warga negara dibatasi karena pada masa itu Soeharto memegang kekuasaan penuh, sehingga bisa dikatakan pemerintahan saat itu bersifat otoriter (tidak demokrasi). Pada era reformasi ini, ketika hak-hak warga negara sepenuhnya dilindungi dan tidak lagi adanya pembatasan-pembatasan atau kekangan-kekangan dari pemerintah, sehingga pada masa ini ruang gerak setiap warga negara terbuka lebar. Setiap warga negara berhak mengemukakan pendapatnya di muka umum, baik melalui media massa maupun dengan cara demonstrasi. Dari sini lah gerakan-gerakan sosial lahir, sebenarnya sebelum reformasi pun sudah ada kelompok-kelompok demonstran. Namun, karena tidak adanya ruang untuk menyalurkannya sehingga mudah di redam, serta sistem pemerintahan yang menata agar tidak adanya gerakan-gerakan yang membahayakan bagi kedudukan Soeharto.
Setelah transisi ke era reformasi, telah terjadi perubahan-perubahan khususnya pada sistem pemerintahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada era reformasi ini, telah membuka ruang gerak rakyat dalam menyampaikan pendapatnya, baik berupa kritikan maupun tuntutan-tuntutan mereka kepada pemerintah yang dirasa tidak sesuai atau merugikan rakyat, dari sini lah gerakan sosial muncul. Pada dasarnya gerakan sosial merupakan suatu tindakan kolektif dari sekelompok orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Mengutip dari pendapat Giddens (1993) yang menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama; atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.[2] Seperti yang terjadi pada bulan maret 2012 kemarin. Ketika para demonstran melakukan aksinya dalam penolakan kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) karena dianggap tidak sesuai dan akan memberatkan masyarakat kalangan bawah. Dalam hal ini, terlihat bahwa pemerintahan yang demokrasi telah membuka arena gerakan sosial. Jadi gerakan sosial merupakan bentuk dari kebebasan atau ketidak terkekangan hak-hak setiap warga negara dalam menyampaikan pendapatnya, yang didasari oleh kebijakan pemerintah secara sepihak dan dirasa akan mempersulit rakyat, khususnya masyarakat kalangan bawah. Tetapi, gerakan sosial pada negara demokrasi juga dapat memicu timbulnya kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah.
Namun, pada praktiknya sering kali demokrasi salah diartikan sehingga tidak jarang ditemui aksi-aksi demonstran yang anarkis (tindakan sewenang-wenang). Pemerintahan yang demokrasi pun menjadi dilematis, pada dasarnya demokrasi merupakan sebuah wadah/arena dalam penyaluran aspirasi rakyat. Tetapi belakangan ini justru demokrasi dijadikan alat bagi oknum-oknum tertentu dalam melakukan aksi anarkisnya, sehingga sering terjadi bentrok antara para demonstran dengan aparat kepolisian. Hal ini menjadi tantangan bagi negara demokrasi yang melahirkan sebuah pertanyaan besar, apakah negara demokrasi tidak mampu memberikan keamanan dan ketertiban di dalam pemerintahan? Apakah demokrasi, yang notabene dianggap sebagai arena gerakan sosial telah menjadi alur/jalan penghubung antara pemerintah dan rakyat? Atau malah sebaliknya, demokrasi menjadi alat bagi pemerintah dan rakyat dalam menjalankan kepentingannya masing-masing?
Tulisan ini akan disajikan dalam tiga bagian. Pertama, pengantar yang di dalamnya memaparkan permasalahan pokok dan tujuan penulisan. Kedua, pembahasan yang di dalamnya berisi: mendeskripsikan proses transisi demokrasi/reformasi, sekilas tentang aksi/gerakan dalam demokrasi, menjelaskan tentang tantangan demokrasi, kebijakan dan gerakan pada pemerintahan demokrasi. Ketiga, penutup yaitu berisi kesimpulan dari pemaparan paper yang berjudul “DEMOKRASI SEBAGAI ARENA GERAKAN SOSIAL:  Penolakan Kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) Sebagai Bentuk Gerakan Sosial di Masa Demokrasi”. Di dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik sekunder yaitu berupa studi kasus yang bersumber dari media massa. Penulis juga mengambil beberapa sumber bacaan sebagai referensi untuk analisis tulisan ini, baik dari buku, koran maupun data dari internet. 


[1] Miriam Budiardjo, 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 105
[2] Fadillah Putra, dkk, 2006, Gerakan Sosial, cetakan I, Malang: Program Penguatan Simpul Demokrasi, hlm. 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar