Oleh : Indria
Retna Mutiar
Abstrak
Tulisan ini akan membahas tentang gerakan sosial pada
saat kenaikan BBM, di mana gerakan sosial tersebut dipelopori bukan hanya dari
kalangan mahasiswa tetapi juga buruh, anggota partai politik dan masyarakat
yang menolak kenaikan tersebut. Gerakan sosial yang terjadi sekarang merupakan
bentuk dari pemerintahan yang demokrasi. Di mana ruang untuk berpendapat
terbuka luas, berbeda dengan/pada masa orde baru, yang tidak adanya ruang untuk
menyampaikan aspirasi, karena adanya kekangan-kekangan dari pemerintahan yang
otoriter. Jadi dapat dikatakan, bahwa gerakan sosial juga dapat dipengaruhi
oleh sistem pemerintahan yang ada. Di dalam tulisan ini, penulis menggunakan
teknik sekunder, yaitu mengambil data yang bersumber dari media massa sebagai
bahan untuk studi kasus. Penulis juga memaparkan sekilas tentang transisi pada
era orde baru ke reformasi. Transisi menuju reformasi ini yang kemudian
merekonstruksi pemerintahan yang demokrasi. Di dalam pemerintahan yang
demokrasi ini lah yang memunculkan gerakan-gerakan sosial masyarakat. Gerakan
sosial ini merupakan salah satu perwujudan dari penyaluran aspirasi masyarakat
dalam mengkritik pemerintah, agar tujuan dan cita-cita negara tercapai tanpa
mengabaikan suara rakyat. Karena di dalam negara demokrasi ini lebih mengarah
pada aspirasi-aspirasi kepentingan, aspirasi-aspirasi kepentingan ini berupa
pemilu. Pemilu merupakan salah satu bentuk negara demokrasi. Di mana di dalam
pemilu rakyat memiliki hak penuh dalam memilih calon pemimpin sesuai dengan
pilihannya, karena pemilu memiliki asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia).
Kata Kunci
Demokrasi, arena, gerakan sosial
PENGANTAR
Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah kebebasan dalam mengemukakan
pendapat, demokrasi juga erat kaitannya dengan hak asasi manusia. Di mana di
dalam demokrasi hak asasi manusia tidak dikekang atau dibatasi. Karena di dalam
negara demokrasi semua orang memiliki kebebasan untuk berpendapat dan
mendapatkan haknya. Demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat yang berkuasa
atau goverment by the people (kata
Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti
kekuasaan/berkuasa)[1]. Jadi di dalam
negara demokrasi rakyatlah yang berkuasa, karena pemimpin terpilih dari hasil
suara atau pilihan rakyat, melalui pemilu (pemilihan umum). Di dalam demokrasi,
negara ibarat aktor yang dapat merealisasikan gerakan sosial. Kemudian,
demokrasi juga dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan baru yang dipicu oleh
gerakan sosial yang terjadi. Jadi demokrasi dapat dikatakan sebagai sistem
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Apabila kita lihat pada pemerintahan Soeharto, tepatnya pada era orde baru,
hak-hak warga negara dibatasi karena pada masa itu Soeharto memegang kekuasaan
penuh, sehingga bisa dikatakan pemerintahan saat itu bersifat otoriter (tidak
demokrasi). Pada era reformasi ini, ketika hak-hak warga negara sepenuhnya
dilindungi dan tidak lagi adanya pembatasan-pembatasan atau kekangan-kekangan
dari pemerintah, sehingga pada masa ini ruang gerak setiap warga negara terbuka
lebar. Setiap warga negara berhak mengemukakan pendapatnya di muka umum, baik
melalui media massa maupun dengan cara demonstrasi. Dari sini lah
gerakan-gerakan sosial lahir, sebenarnya sebelum reformasi pun sudah ada
kelompok-kelompok demonstran. Namun, karena tidak adanya ruang untuk
menyalurkannya sehingga mudah di redam, serta sistem pemerintahan yang menata
agar tidak adanya gerakan-gerakan yang membahayakan bagi kedudukan Soeharto.
Setelah transisi ke era reformasi, telah terjadi perubahan-perubahan
khususnya pada sistem pemerintahan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada era
reformasi ini, telah membuka ruang gerak rakyat dalam menyampaikan pendapatnya,
baik berupa kritikan maupun tuntutan-tuntutan mereka kepada pemerintah yang
dirasa tidak sesuai atau merugikan rakyat, dari sini lah gerakan sosial muncul.
Pada dasarnya gerakan sosial merupakan suatu tindakan kolektif dari sekelompok
orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Mengutip dari pendapat
Giddens (1993) yang menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif
untuk mengejar suatu kepentingan bersama; atau gerakan mencapai tujuan bersama
melalui tindakan kolektif (collective action)
di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.[2] Seperti
yang terjadi pada bulan maret 2012 kemarin. Ketika para demonstran melakukan
aksinya dalam penolakan kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) karena dianggap tidak
sesuai dan akan memberatkan masyarakat kalangan bawah. Dalam hal ini, terlihat
bahwa pemerintahan yang demokrasi telah membuka arena gerakan sosial. Jadi
gerakan sosial merupakan bentuk dari kebebasan atau ketidak terkekangan hak-hak
setiap warga negara dalam menyampaikan pendapatnya, yang didasari oleh
kebijakan pemerintah secara sepihak dan dirasa akan mempersulit rakyat,
khususnya masyarakat kalangan bawah. Tetapi, gerakan sosial pada negara
demokrasi juga dapat memicu timbulnya kebijakan-kebijakan baru dari pemerintah.
Namun, pada praktiknya sering kali demokrasi salah diartikan sehingga tidak
jarang ditemui aksi-aksi demonstran yang anarkis (tindakan sewenang-wenang).
Pemerintahan yang demokrasi pun menjadi dilematis, pada dasarnya demokrasi
merupakan sebuah wadah/arena dalam penyaluran aspirasi rakyat. Tetapi
belakangan ini justru demokrasi dijadikan alat bagi oknum-oknum tertentu dalam
melakukan aksi anarkisnya, sehingga sering terjadi bentrok antara para
demonstran dengan aparat kepolisian. Hal ini menjadi tantangan bagi negara
demokrasi yang melahirkan sebuah pertanyaan besar, apakah negara demokrasi
tidak mampu memberikan keamanan dan ketertiban di dalam pemerintahan? Apakah
demokrasi, yang notabene dianggap sebagai arena gerakan sosial telah menjadi
alur/jalan penghubung antara pemerintah dan rakyat? Atau malah sebaliknya,
demokrasi menjadi alat bagi pemerintah dan rakyat dalam menjalankan
kepentingannya masing-masing?
Tulisan
ini akan disajikan dalam tiga bagian.
Pertama, pengantar yang di dalamnya
memaparkan permasalahan pokok dan tujuan penulisan. Kedua, pembahasan yang
di dalamnya berisi:
mendeskripsikan proses transisi demokrasi/reformasi, sekilas tentang
aksi/gerakan dalam demokrasi, menjelaskan tentang tantangan
demokrasi, kebijakan dan gerakan pada
pemerintahan demokrasi. Ketiga, penutup
yaitu berisi kesimpulan dari pemaparan paper yang berjudul “DEMOKRASI SEBAGAI
ARENA GERAKAN SOSIAL: Penolakan Kenaikan
BBM (Bahan Bakar Minyak) Sebagai Bentuk Gerakan Sosial di Masa Demokrasi”. Di
dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik sekunder yaitu berupa studi
kasus yang bersumber dari media massa. Penulis juga mengambil beberapa sumber
bacaan sebagai referensi untuk analisis tulisan ini, baik dari buku, koran
maupun data dari internet.
[1] Miriam Budiardjo, 2009. Dasar-dasar
Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. Hlm. 105
[2] Fadillah Putra, dkk, 2006, Gerakan
Sosial, cetakan I, Malang: Program Penguatan Simpul Demokrasi, hlm. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar