Oleh: Indria Retna Mutiar
Indonesia merupakan
negara yang pluralstik, di mana di Indonesia memiliki beragam kebudayaan daerah
yang berbeda-beda. Hal ini yang menjadikan Indonesia kaya akan tradisi dan
kebudayaan. Begitu pula dalam sistem pendidikan yang ada di indonesia. Di dalam
sistem pendidikan, tentu adanya suatu nilai-nilai yang berlaku. Selain itu,
juga adanya pedoman dalam pelaksanaan pendidikan, pedoman inilah yang berisi
nilai dan aturan-aturan di dalamnya, pedoman ini lah yang disebut sebagai
kurikulum. Kurikulum di dalam pendidikan, merupakan suatu alat yang di dalamnya
terdapat aturan, isi dan tujuan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.
Seperti yang tercantum di dalam UU 20 Tahun 2003
tentang sisdiknas bab 1 pasal 1 ayat 19
mengatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan[1].
Kurikulum pendidikan saat ini,
seakan-akan tidak menemukan “jati dirinya”. Pasalnya, sampai saat ini belum ada
kurikulum yang sesuai apabila dilihat dari fenomena-fenomena yang ada. Hal ini
terlihat dari pergantian-pergantian kurikulum dari waktu ke waktu. Kurikulum
saat ini, khususnya di dalam pendidikan merupakan hal yang harus diutamakan
(pokok) karena kurikulum merupakan perangkat di dalam sistem pendidikan. Tidak
akan berjalan suatu pendidikan apabila dari kurikulumnya tidak ada ataupun
rusak.
Saat ini, fenomena yang terjadi di Indonesia
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Di mana ketika terjadi ketidak
sesuaian di satu sisi maka di sisi-sisi yang lainnya pun akan tergannggu.
Apabila kita cermati dan melihat kondisi yang terjadi pada pendidikan di Indonesia
saat ini, maka kita akan menemukan beberapa kejanggalan. Mulai dari pemusatan
pendidikan, diskriminasi pendidikan, ujian nasional sebagai standar kelulusan, sampai
pada persoalan pergantian kurikulum yang sampai saat ini menjadi perdebatan.
Sentralisasi Pendidikan
Dalam konteks pemusatan pendidikan (sentralisasi
pendidikan) telah banyak contohnya. Seperti pada kota-kota besar terutama di
Jakarta yang notabene ibu kota indonesia, pendidikan sangat diperhatikan
pemerintah, terlihat dari kelengkapan sarana dan prasarana serta tenaga
pendidik dan kependidikannya. Namun sebaliknya, pada daerah-daerah terpencil pendidikan
sangat memprihatinkan. Penulis melihat pendidikan pada masyarakat
Pegayaman-Bali, di sana pendidikan baik tingkat TK,SD, SMP, maupun SMA tidaklah
seperti di kota-kota besar. Dilihat dari sarana dan prasarananya serta tenaga
pengajarnya pun tidak sesuai dengan standar nasional pendidikan[2].
Di mana di dalam standar nasional pendidikan komponen-komponen tersebut harus
ada. Pada sekolah-sekolah yang ada di desa Pegayaman-Bali, tenaga pengajar yang
seharusnya hanya mengajar pada bidang tertentu ini merangkap (mengajar pada
bidang/mata pelajaran lainnya). Dari sini dapat terlihat bahwa kurangnya tenaga
pengajar, padahal di kota-kota besar khususnya Jakarta malah sebaliknya. Hal
ini seharusnya menjadi pusat perhatian, bahwa adanya pemusatan pendidikan serta
tidak meratanya pendidikan yang ada di Indonesia. Ini berhubungan juga pada
penerapan Ujian Nasional yang sampai saat ini masih diperdebatkan.
Ujian Nasional adalah salah satu
program pemerintah dalam bidang pendidikan. Ujian Nasional menjadi tolok ukur
peserta didik dalam kelulusannya, padahal apabila kita lihat pada
komponen-komponen ataupun standar nasional pendidikan yang ada tidaklah sama
antara daerah satu dengan daerah lainnya. Baik dari segi sarana prasarana,
pengajar (standar pendidik dan tenaga kependidikan) maupun standar isi. Dalam
hal ini, jelas terlihat bahwa Ujian Nasional tidak bisa dijadikan tolok ukur
kelulusan siswa, karena setiap sekolah tidaklah sama. Ini juga yang menjadi
perdebatan antara tetap menerapkan Ujian Nasional atau kah menghapusnya.
Diskriminasi Pendidikan
Kemajuan dan perkembangan yang terjadi
saat ini berpengaruh juga pada pendidikan. Pendidikan saat ini menjadi salah
satu upaya dalam memajukan kemajuan bangsa, karena dengan pendidikan generasi-generasi
penerus dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Pendidikan merupakan salah satu upaya
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, karena dengan
pendidikan bakat-bakat yang dimiliki individu dapat terealisasikan. Pada saat
ini, pendidikan bertumpu pada pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tujuannya adalah, agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan keterampilan
bukan hanya dalam pengetahuannya saja (kognitif).
Kondisi yang dirasa saat ini,
khususnya di dunia pendidikan sangatlah pesat. Terlebih lagi dengan munculnya
sekolah-sekolah bertaraf internasional. Ini membuktikan bahwa pendidikan di
indonesia mengalami kemajuan. Namun kemajuan ini seharusnya diimbangi dengan
kemerataan dalam mengakses pendidikan. Maksudnya adalah, bahwa pendidikan harus
dapat dirasakan oleh seluruh warga negara indonesia tanpa terkecuali. Tetapi
pada kenyataannya, pendidikan menjadi terstratifikasi dengan adanya
pengelompokan-pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan peserta didik. Namun
menurut saya, pengelompokan itu lebih cenderung pada pengelompokan status
sosial, seperti yang terjadi di sekolah-sekolah bertaraf internasional, dengan
kemewahan yang dimiliki dan fasilitas yang memadai.
Menurut saya, pendidikan saat ini
cukup pesat persaingannya, baik dalam segi kemampuan akademik maupun dalam
materi. Pendidikan yang berkualitas dengan sarana dan prasarana yang memadai
hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu saja. Ini menjadi tidak adil bagi
kalangan status sosial menengah ke bawah, padahal mereka memiliki hak yang sama
di dalam mengenyam pendidikan. Seperti yang tercantum di dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan, kemudian pada ayat 2 di tegaskan bahwa setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun pada kenyataannya, banyak yang tidak dapat
mengakses pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil dengan kondisi status
sosial masyarakatnya rendah.
Pendidikan merupakan salah satu upaya
dalam merealisasikan bakat-bakat yang dimiliki individu, namun tidak dapat
dipungkiri lagi, bahwa pendidikan juga sebagai ajang dalam persaingan di dunia
kerja. Sulitnya mencari pekerjaan menyebabkan membludaknya pengangguran. Seperti yang terlihat sekarang,
kantor-kantor ataupun perusahaan sangatlah selektif dalam memilih
karyawan/wati. Tentu ini tidak sepenuhnya salah perusahaan, karena setiap
perusahaan tentu menginginkan karyawan/wati yang handal, bukan saja memiliki kemampuan
di bidang akademik, tetapi juga memiliki skill
sesuai dengan bidang yang digelutinya. Dalam hal ini pendidikan juga dapat
menempatkan seseorang pada status sosial tertentu. Contohnya saja dalam sebuah
kantor yang memiliki karyawan dengan latar belakang pendidikan S1 dengan
lulusan SMA, tentu akan berbeda penempatannya. Disini, sudah jelas bahwa
pendidikan juga merupakan salah satu alat dalam peningkatan status sosial
seseorang.
Dari pemaparan-pemaparan di atas,
jelas bahwa pendidikan bukan saja suatu tuntutan di dalam kehidupan, tetapi
juga merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang mau mengembangkan
potensinya. Pendidikan juga merupakan penentu status sosial seseorang, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka status sosialnya akan menempati posisi yang
tinggi pula.
Analisis
Sistem
Pendidikan yang Ideal
Menurut penulis, pendidikan ataupun
sistem pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mencakup segala arah.
Maksudnya adalah pendidikan bukan saja sebagai institusi yang menampung peserta
didik dalam mengembangkan potensinya, tetapi juga mampu memanusiakan peserta
didik (penanaman moral dan agama). Penulis melihat, bahwa pendidikan saat ini
hanya menekankan pada aspek kognitifnya saja sehingga aspek psikomotoriknya
dikesampingkan, padahal untuk membentuk suatu moral bangsa di mulai dari
kebiasaan sehari-hari yaitu membiasakan pada hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku dengan lebih menekankan pada aspek psikomotorik di dalam proses
pembelajaran. Sehingga bukan saja melahirkan lulusan yang cerdas tetapi juga
memiliki moral dan beragama.
Sistem pendidikan yang ideal juga
harus dapat diakses oleh semua kalangan, tidak terkecuali. Artinya, bahwa
didalam pendidikan tidak adanya strata/kelas-kelas (seperti yang terjadi pada
RSBI), sehingga bukan hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang menikmati
pendidikan “bagus” tetapi semua kalangan juga dapat merasakannya, karena setiap
warga negara memiliki hak yang sama. Sistem pendidikan di indonesia juga harus
mampu memberikan yang terbaik, bukan hanya melihat kepentingan global saja
tetapi juga harus mampu melihat kondisi masyarakat yang ada. Sehingga bukan
hanya kemampuan akademik yang mereka miliki tetapi juga mereka dapat mencintai
bangsanya sendiri dengan pengajaran-pengajaran (materi) yang diberikan. Hal ini
memiliki keterkaitan dengan penerapan kurikulum. Bahwa, kurikulum harus melihat
kondisi yang ada di masyarakat, dan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan
dalam menetapkan kurikulum, karena kurikulum merupakan sebuah pedoman di dalam
pelaksanaan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar