kursor berjalan

Senin, 27 Mei 2013

Wajah Pendidikan di Indonesia Masa Kini

Oleh: Indria Retna Mutiar

Indonesia merupakan negara yang pluralstik, di mana di Indonesia memiliki beragam kebudayaan daerah yang berbeda-beda. Hal ini yang menjadikan Indonesia kaya akan tradisi dan kebudayaan. Begitu pula dalam sistem pendidikan yang ada di indonesia. Di dalam sistem pendidikan, tentu adanya suatu nilai-nilai yang berlaku. Selain itu, juga adanya pedoman dalam pelaksanaan pendidikan, pedoman inilah yang berisi nilai dan aturan-aturan di dalamnya, pedoman ini lah yang disebut sebagai kurikulum. Kurikulum di dalam pendidikan, merupakan suatu alat yang di dalamnya terdapat aturan, isi dan tujuan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Seperti yang tercantum di dalam UU 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas  bab 1 pasal 1 ayat 19 mengatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan[1].
Kurikulum pendidikan saat ini, seakan-akan tidak menemukan “jati dirinya”. Pasalnya, sampai saat ini belum ada kurikulum yang sesuai apabila dilihat dari fenomena-fenomena yang ada. Hal ini terlihat dari pergantian-pergantian kurikulum dari waktu ke waktu. Kurikulum saat ini, khususnya di dalam pendidikan merupakan hal yang harus diutamakan (pokok) karena kurikulum merupakan perangkat di dalam sistem pendidikan. Tidak akan berjalan suatu pendidikan apabila dari kurikulumnya tidak ada ataupun rusak.
Saat ini, fenomena yang terjadi di Indonesia merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Di mana ketika terjadi ketidak sesuaian di satu sisi maka di sisi-sisi yang lainnya pun akan tergannggu. Apabila kita cermati dan melihat kondisi yang terjadi pada pendidikan di Indonesia saat ini, maka kita akan menemukan beberapa kejanggalan. Mulai dari pemusatan pendidikan, diskriminasi pendidikan, ujian nasional sebagai standar kelulusan, sampai pada persoalan pergantian kurikulum yang sampai saat ini menjadi perdebatan.



Sentralisasi Pendidikan
Dalam konteks pemusatan pendidikan (sentralisasi pendidikan) telah banyak contohnya. Seperti pada kota-kota besar terutama di Jakarta yang notabene ibu kota indonesia, pendidikan sangat diperhatikan pemerintah, terlihat dari kelengkapan sarana dan prasarana serta tenaga pendidik dan kependidikannya. Namun sebaliknya, pada daerah-daerah terpencil pendidikan sangat memprihatinkan. Penulis melihat pendidikan pada masyarakat Pegayaman-Bali, di sana pendidikan baik tingkat TK,SD, SMP, maupun SMA tidaklah seperti di kota-kota besar. Dilihat dari sarana dan prasarananya serta tenaga pengajarnya pun tidak sesuai dengan standar nasional pendidikan[2]. Di mana di dalam standar nasional pendidikan komponen-komponen tersebut harus ada. Pada sekolah-sekolah yang ada di desa Pegayaman-Bali, tenaga pengajar yang seharusnya hanya mengajar pada bidang tertentu ini merangkap (mengajar pada bidang/mata pelajaran lainnya). Dari sini dapat terlihat bahwa kurangnya tenaga pengajar, padahal di kota-kota besar khususnya Jakarta malah sebaliknya. Hal ini seharusnya menjadi pusat perhatian, bahwa adanya pemusatan pendidikan serta tidak meratanya pendidikan yang ada di Indonesia. Ini berhubungan juga pada penerapan Ujian Nasional yang sampai saat ini masih diperdebatkan.
Ujian Nasional adalah salah satu program pemerintah dalam bidang pendidikan. Ujian Nasional menjadi tolok ukur peserta didik dalam kelulusannya, padahal apabila kita lihat pada komponen-komponen ataupun standar nasional pendidikan yang ada tidaklah sama antara daerah satu dengan daerah lainnya. Baik dari segi sarana prasarana, pengajar (standar pendidik dan tenaga kependidikan) maupun standar isi. Dalam hal ini, jelas terlihat bahwa Ujian Nasional tidak bisa dijadikan tolok ukur kelulusan siswa, karena setiap sekolah tidaklah sama. Ini juga yang menjadi perdebatan antara tetap menerapkan Ujian Nasional atau kah menghapusnya.

Diskriminasi Pendidikan
Kemajuan dan perkembangan yang terjadi saat ini berpengaruh juga pada pendidikan. Pendidikan saat ini menjadi salah satu upaya dalam memajukan kemajuan bangsa, karena dengan pendidikan generasi-generasi penerus dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, karena dengan pendidikan bakat-bakat yang dimiliki individu dapat terealisasikan. Pada saat ini, pendidikan bertumpu pada pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik. Tujuannya adalah, agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan keterampilan bukan hanya dalam pengetahuannya saja (kognitif).
Kondisi yang dirasa saat ini, khususnya di dunia pendidikan sangatlah pesat. Terlebih lagi dengan munculnya sekolah-sekolah bertaraf internasional. Ini membuktikan bahwa pendidikan di indonesia mengalami kemajuan. Namun kemajuan ini seharusnya diimbangi dengan kemerataan dalam mengakses pendidikan. Maksudnya adalah, bahwa pendidikan harus dapat dirasakan oleh seluruh warga negara indonesia tanpa terkecuali. Tetapi pada kenyataannya, pendidikan menjadi terstratifikasi dengan adanya pengelompokan-pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan peserta didik. Namun menurut saya, pengelompokan itu lebih cenderung pada pengelompokan status sosial, seperti yang terjadi di sekolah-sekolah bertaraf internasional, dengan kemewahan yang dimiliki dan fasilitas yang memadai.
Menurut saya, pendidikan saat ini cukup pesat persaingannya, baik dalam segi kemampuan akademik maupun dalam materi. Pendidikan yang berkualitas dengan sarana dan prasarana yang memadai hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu saja. Ini menjadi tidak adil bagi kalangan status sosial menengah ke bawah, padahal mereka memiliki hak yang sama di dalam mengenyam pendidikan. Seperti yang tercantum di dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, kemudian pada ayat 2 di tegaskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun pada kenyataannya, banyak yang tidak dapat mengakses pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil dengan kondisi status sosial masyarakatnya rendah.
Pendidikan merupakan salah satu upaya dalam merealisasikan bakat-bakat yang dimiliki individu, namun tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa pendidikan juga sebagai ajang dalam persaingan di dunia kerja. Sulitnya mencari pekerjaan menyebabkan membludaknya pengangguran. Seperti yang terlihat sekarang, kantor-kantor ataupun perusahaan sangatlah selektif dalam memilih karyawan/wati. Tentu ini tidak sepenuhnya salah perusahaan, karena setiap perusahaan tentu menginginkan karyawan/wati yang handal, bukan saja memiliki kemampuan di bidang akademik, tetapi juga memiliki skill sesuai dengan bidang yang digelutinya. Dalam hal ini pendidikan juga dapat menempatkan seseorang pada status sosial tertentu. Contohnya saja dalam sebuah kantor yang memiliki karyawan dengan latar belakang pendidikan S1 dengan lulusan SMA, tentu akan berbeda penempatannya. Disini, sudah jelas bahwa pendidikan juga merupakan salah satu alat dalam peningkatan status sosial seseorang.
Dari pemaparan-pemaparan di atas, jelas bahwa pendidikan bukan saja suatu tuntutan di dalam kehidupan, tetapi juga merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang mau mengembangkan potensinya. Pendidikan juga merupakan penentu status sosial seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka status sosialnya akan menempati posisi yang tinggi pula.

Analisis
Sistem Pendidikan yang Ideal
Menurut penulis, pendidikan ataupun sistem pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mencakup segala arah. Maksudnya adalah pendidikan bukan saja sebagai institusi yang menampung peserta didik dalam mengembangkan potensinya, tetapi juga mampu memanusiakan peserta didik (penanaman moral dan agama). Penulis melihat, bahwa pendidikan saat ini hanya menekankan pada aspek kognitifnya saja sehingga aspek psikomotoriknya dikesampingkan, padahal untuk membentuk suatu moral bangsa di mulai dari kebiasaan sehari-hari yaitu membiasakan pada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku dengan lebih menekankan pada aspek psikomotorik di dalam proses pembelajaran. Sehingga bukan saja melahirkan lulusan yang cerdas tetapi juga memiliki moral dan beragama.
Sistem pendidikan yang ideal juga harus dapat diakses oleh semua kalangan, tidak terkecuali. Artinya, bahwa didalam pendidikan tidak adanya strata/kelas-kelas (seperti yang terjadi pada RSBI), sehingga bukan hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang menikmati pendidikan “bagus” tetapi semua kalangan juga dapat merasakannya, karena setiap warga negara memiliki hak yang sama. Sistem pendidikan di indonesia juga harus mampu memberikan yang terbaik, bukan hanya melihat kepentingan global saja tetapi juga harus mampu melihat kondisi masyarakat yang ada. Sehingga bukan hanya kemampuan akademik yang mereka miliki tetapi juga mereka dapat mencintai bangsanya sendiri dengan pengajaran-pengajaran (materi) yang diberikan. Hal ini memiliki keterkaitan dengan penerapan kurikulum. Bahwa, kurikulum harus melihat kondisi yang ada di masyarakat, dan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan kurikulum, karena kurikulum merupakan sebuah pedoman di dalam pelaksanaan pendidikan.


[1] Suriani, Achmad Siswanto, materi kuliah sosiologi kurikulum “Prespektif Post-modern Tentang Kurikulum
Pokok Bahasan 5
[2] Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah (Pak Ahad) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar